Saturday, August 11, 2012

Jakarta, Persija, dan Politik

Thursday, 05 July 2012


JakOnline-

Rabu, 11 Juli 2012 akan menjadi hari libur bagi warga yang berdomisili dan memiliki KTP di Jakarta. Hari itu akan menjadi pesta demokrasi “anak Jakarta” untuk memilih pemimpinnya lima tahun mendatang. Euforia tersebut sudah terasa beberapa bulan lalu. Spanduk, Baliho, dan poster memenuhi tiap Jalan hingga gang-gang sempit Ibukota. Semua seakan ingin menunjukan eksistensi dan juga tentunya simpati ditengah kepulan asap dan “genangan air” Jakarta. –entah mengapa banjir di Jakarta disebut genangan-

Ranah tribun turut menjadi aksi mencari simpati para calon pemimpin Jakarta, rasanya tak perlu disebut mereka yang turut hadir di stadion saat Persija bertanding. Semua seakan mendadak Persija dan mendadak paling Jakarta, salahkah? Ah tidak! Dalam politik tidak ada kawan dan lawan, karena sejatinya yang kekal adalah tujuan, tujuan mengamankan atau merebut kekuasaan? Entahlah.

Rasanya sudah lama tribun ini menyuarakan penolakan untuk ikut berpolitik dan hal tersebut tertulis dalam AD/ART organisasi Jakmania. Akan tetapi akhir-akhir ini hadir stigma yang cukup menggelitik, stigma yang seakan membentuk opini jika penghuni tribun ini menjalankan standard ganda. Di satu sisi teriak dengan lantang “kick politic out of football”, akan tetapi disisi lainnya memberi list tuntutan yang harus dipenuhi jika ingin menjadi Gubernur DKI. 

Daftar tersebut berisi Stadion, penganut Persijaisme, ataupun harus hadir tiap laga kandang Persija. Hal tersebut secara tidak langsung menjadikan Persija sebagai komoditi Politik, mau bukti? Lihat saja janji beberapa kontestan terkait tuntutan tersebut. Lalu timbul pertanyaan, ini pemilihan ketua umum Persija atau Gubernur DKI? Padahal teriakan-teriakan tidak berpolitik lantang terdengar. Mungkin hanya nurani yang bisa menjawabnya karena semua punya parameter yang berbeda.

Jika tubuh dan jiwa ini sebagai kesatuan dan berjumlah 100%, maka 50% -lagi-lagi hanya nurani yang bisa menentukan jumlahnya- adalah Persija, sisanya adalah milik kehidupan kita diluar tribun karena Persija melengkapi hidup kita dan bukan sebaliknya. Maka pilihlah Gubernur dengan pertimbangan berbagai sudut pandang, sebagai korban macet pagi dan sore hari, sebagai korban “genangan air”, sebagai pecinta Persija dan pertimbangan lainnya yang menurut kita dapat meningkatkan taraf hidup yang lebih baik kedepannya.

Yuk, Penghuni tribun bukanlah generasi apatis, mari kita ubah Jakarta dengan hati nurani. Jika para kontestan Pilkada saja menjadikan Persija dan pendukungnya menjadi komoditi yang menggiurkan karena mereka sadar betapa besarnya nama Persija, kenapa kita tidak sadar dan bangga atas nama besarnya? Sejarahnya? We won it 10 times (Veranto/JO)


sumber : www.jakmania.org

No comments: