JakOnline-
Rabu, 11 Juli 2012 akan menjadi hari libur bagi warga yang berdomisili dan memiliki KTP di Jakarta. Hari itu akan menjadi pesta demokrasi “anak Jakarta” untuk memilih pemimpinnya lima tahun mendatang. Euforia tersebut sudah terasa beberapa bulan lalu. Spanduk, Baliho, dan poster memenuhi tiap Jalan hingga gang-gang sempit Ibukota. Semua seakan ingin menunjukan eksistensi dan juga tentunya simpati ditengah kepulan asap dan “genangan air” Jakarta. –entah mengapa banjir di Jakarta disebut genangan-
Rabu, 11 Juli 2012 akan menjadi hari libur bagi warga yang berdomisili dan memiliki KTP di Jakarta. Hari itu akan menjadi pesta demokrasi “anak Jakarta” untuk memilih pemimpinnya lima tahun mendatang. Euforia tersebut sudah terasa beberapa bulan lalu. Spanduk, Baliho, dan poster memenuhi tiap Jalan hingga gang-gang sempit Ibukota. Semua seakan ingin menunjukan eksistensi dan juga tentunya simpati ditengah kepulan asap dan “genangan air” Jakarta. –entah mengapa banjir di Jakarta disebut genangan-
Ranah tribun turut
menjadi aksi mencari simpati para calon pemimpin Jakarta, rasanya tak
perlu disebut mereka yang turut hadir di stadion saat Persija
bertanding. Semua seakan mendadak Persija dan mendadak paling Jakarta,
salahkah? Ah tidak! Dalam politik tidak ada kawan dan lawan, karena
sejatinya yang kekal adalah tujuan, tujuan mengamankan atau merebut
kekuasaan? Entahlah.
Rasanya sudah lama tribun
ini menyuarakan penolakan untuk ikut berpolitik dan hal tersebut
tertulis dalam AD/ART organisasi Jakmania. Akan tetapi akhir-akhir ini
hadir stigma yang cukup menggelitik, stigma yang seakan membentuk opini
jika penghuni tribun ini menjalankan standard ganda. Di satu sisi teriak
dengan lantang “kick politic out of football”, akan tetapi disisi
lainnya memberi list tuntutan yang harus dipenuhi jika ingin menjadi
Gubernur DKI.
Daftar tersebut berisi Stadion,
penganut Persijaisme, ataupun harus hadir tiap laga kandang Persija. Hal
tersebut secara tidak langsung menjadikan Persija sebagai komoditi
Politik, mau bukti? Lihat saja janji beberapa kontestan terkait tuntutan
tersebut. Lalu timbul pertanyaan, ini pemilihan ketua umum Persija atau
Gubernur DKI? Padahal teriakan-teriakan tidak berpolitik lantang
terdengar. Mungkin hanya nurani yang bisa menjawabnya karena semua punya
parameter yang berbeda.
Jika tubuh dan jiwa
ini sebagai kesatuan dan berjumlah 100%, maka 50% -lagi-lagi hanya
nurani yang bisa menentukan jumlahnya- adalah Persija, sisanya adalah
milik kehidupan kita diluar tribun karena Persija melengkapi hidup kita
dan bukan sebaliknya. Maka pilihlah Gubernur dengan pertimbangan
berbagai sudut pandang, sebagai korban macet pagi dan sore hari, sebagai
korban “genangan air”, sebagai pecinta Persija dan pertimbangan lainnya
yang menurut kita dapat meningkatkan taraf hidup yang lebih baik
kedepannya.
Yuk, Penghuni tribun bukanlah
generasi apatis, mari kita ubah Jakarta dengan hati nurani. Jika para
kontestan Pilkada saja menjadikan Persija dan pendukungnya menjadi
komoditi yang menggiurkan karena mereka sadar betapa besarnya nama
Persija, kenapa kita tidak sadar dan bangga atas nama besarnya?
Sejarahnya? We won it 10 times (Veranto/JO)
sumber : www.jakmania.org
No comments:
Post a Comment